Saya Belajar Kilat Copywriting di Tempat yang Tak Saya Duga

Amanda Bahraini
5 min readMay 4, 2021

Copywriting. Kata itu mengingatkan saya pada banyak hal terkait pekerjaan.

Tapi kenangan yang paling saya ingat terkait copywriting adalah pengalaman bekerja 2 bulan saya sebagai pegawai kontrak content curator di sebuah startup aplikasi berita.

Tiga bulan menjelang lebaran tahun 2018, saya sedang mencari pekerjaan baru setelah resign dari sebuah agensi khusus penerjemahan dan penulisan kreatif. Jarak menjadi salah satu kendala utama, dan saya bertekad untuk mencari posisi kreatif dengan waktu tempuh PP rumah-kantor yang lebih singkat.

Kenyataannya, tidak semudah itu mencari pekerjaan yang cocok. Setelah hampir 5 bulan mengandalkan tabungan dan order freelance, saya mulai sedikit putus asa.

Pekerjaan Kurator Konten di Selatan Jakarta

Saya menemukan job vacancy di sebuah startup yang berkantor di sebuah working space area Kuningan, Jakarta Selatan. Deskripsi pekerjaan menjelaskan bahwa mereka membutuhkan seseorang yang bersedia menggantikan kurator konten tetap yang akan mudik saat Lebaran — alias infal.

Meski kurator konten yang asli hanya akan cuti paling lama 2 minggu, tapi lowongan mencantumkan masa pekerjaan sebagai 2 bulan. Tugasnya terlihat cukup banyak karena pekerjaan akan memakan waktu 6 hari dalam seminggu, plus 3 hari Lebaran akan saya habiskan untuk bekerja— itu berarti cukup waktu bagi saya untuk menyesuaikan diri dan mendapatkan uang sambil mencari pekerjaan tetap lainnya, tapi tidak akan ada kumpul-kumpul Lebaran bersama keluarga.

Pekerjaan content curator di aplikasi berita tersebut cukup simpel. Tugas utama saya adalah mengawasi ratusan berita dari berbagai sumber yang masuk ke dasbor, memilih berita yang sekiranya cukup menarik, menyortirnya ke dalam rubrik yang tersedia (olahraga, entertainment, bisnis, dan lain-lain), dan memilih beberapa berita untuk ditempatkan di halaman terdepan. Sekiranya ada judul yang salah ketik atau kurang menarik, saya diperbolehkan untuk merevisi sedikit — tapi bukan itu satu-satunya kesempatan saya mempraktikkan keahlian menulis.

Courtesy of Unsplash/ Luca Onniboni

Push Message yang Menguji Keahlian

Tiga kali sehari, kurang-lebih pukul 3 sore, 8 malam, dan 3 pagi, aplikasi berita tersebut akan mengirimkan push message pada penggunanya. Jam berubah sewaktu-waktu tergantung analisa traffic yang dilaporkan tim IT, dan karena itu bulan puasa, jadi ada berita yang ditampilkan menjelang sahur. Untuk tugas menulis push message inilah ilmu copywriting saya benar-benar terasah.

Push message adalah pesan singkat yang muncul sebagai notifikasi di ponsel seseorang. Startup tempat saya bekerja sebelumnya sudah pernah menggunakan push message untuk mempromosikan produknya, jadi saya tidak terlalu merasa asing.

Copywriting adalah sebuah seni merangkai kata-kata untuk menjual sesuatu — begitu kata banyak sumber. Karena tugasnya untuk menarik pembeli (atau pembaca) menggunakan kata-kata itulah copywriter seringkali harus berjuang menciptakan copy iklan di platform berjualan dengan jumlah maksimal kata yang terbatas.

Twitter 280 karakter. Subject email 60 karakter. Copy untuk desain ads apa pun jika terlalu banyak kata-kata akan membuat tim desain misuh-misuh.

Push message? 126 karakter.

Tapi bukan hanya keterbatasan kata yang ingin saya garisbawahi dalam pengalaman saya tersebut, bukan pula fakta bahwa saya harus memilih satu berita yang paling menarik 3 kali sehari kemudian merangkumnya menjadi 126 kata yang dapat menarik orang untuk mengunjungi aplikasi untuk membaca.

Tipe berita yang harus saya masukkan ke push message yang cukup mencengangkan untuk disimak.

Bencana, Gosip, dan Perkosaan

Bagi orang-orang yang pernah bekerja di aplikasi berita, mungkin tahu bahwa tipe bisnis seperti ini mengejar target kunjungan setiap harinya. Itu mengapa butuh ada kurator yang menyortir berita, dan mereka memanfaatkan push message di jam-jam di mana orang-orang sibuk dengan ponsel untuk menarik orang menggunakan aplikasi.

Menyesuaikan dengan animo pembaca yang menggunakan aplikasi tersebut, pada akhirnya berita-berita yang dinobatkan untuk dipromosikan via push message terbagi menjadi 3 tipe:

  1. Berita yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, contohnya bencana alam dan pengumuman mudik bersama
  2. Berita entertainment, contohnya World Cup 2018 dan skandal Lucinta Luna
  3. Berita seksual, contohnya urusan ranjang, pelecehan, atau kejahatan

Untuk yang nomor 3, adalah jenis berita yang paling banyak harus dikurasi untuk masuk ke push message dalam sehari.

Courtesy of unsplash/ Jan Zhukov

Nurani vs. Pekerjaan

Ada banyak judul-judul berita bertema kejahatan seksual yang bersliweran di dasbor aplikasi berita tempat saya bekerja itu setiap harinya, dan seringkali konteks berita terjadi dalam lingkungan keluarga.

Kolega saya saat itu yang notabene merupakan pekerja tetap, perempuan, berjilbab panjang, pernah mengeluh saat harus merangkum berita 5 model dildo terbaik dan tips mengundang si dia ke ranjang menjadi 126 kata.

“Ya ampun, DOSA, DOSA!” — lalu kolega saya itu kembali mengerjakan hal yang sama keesokan harinya.

Awalnya saya cukup terkejut, tapi (untungnya dan yang baru saya benar-benar sadari saat itu) saya bukan tipe yang melibatkan penilaian pribadi dengan pekerjaan. Bagi saya, pekerjaan cukuplah menggunakan standar dari employer saja. Asalkan tidak menyebabkan saya masuk penjara atau putus hubungan dengan orang-orang tersayang, kewajiban utama saya adalah memberikan manfaat yang ditukar dengan sejumlah benefit berupa uang, tunjangan, dan kesempatan berkembang.

Jadi, selama 2 bulan itu, hari-hari saya dihabiskan dengan mengawasi berita mana yang paling bombastis untuk masuk sebagai push message. Kemudian berpikir: kata mana yang harus saya eliminasi, dan kata mana yang harus saya sertakan dalam 126 karakter yang terbatas tersebut.

Bukankah kemarin sudah ada berita pelecehan yang dilakukan bapak pada darah dagingnya? Kata mana yang lebih tepat: ‘darah daging’ atau ‘anak kandung’? Bagaimana cara saya memberikan hint bahwa korban masih berusia 9 tahun? Apakah kata ‘berkali-kali’ ini bisa saya sertakan atau apakah ada kata lainnya? Apakah kondisi akhir korban yang berujung meninggal harus disertakan?

Semuanya saya kerjakan selama 2 bulan, 6 hari dalam seminggu, di momen Ramadhan, terkadang hingga pukul 11 malam.

Belajar Dengan Utuh

Uang memang menjadi salah satu motivasi, tapi jujur, ada tantangan tersendiri bagi saya untuk menguji kemampuan merangkai kata sambil menyelami salah satu hasrat paling mendasar manusia di luar sana.

Tidak melulu soal selangkangan, tapi saat ada berita tentang kemalangan atau sesuatu yang tidak diduga-duga, sudah sifat mendasar manusia untuk setidaknya mencari tahu apa duduk perkaranya.

Itu mengapa jalanan macet oleh orang-orang yang melambatkan kendaraan saat ada kecelakaan lalu lintas. Atau mengapa berita aib dan skandal seseorang tetap disiarkan secara konstan.

Kalau mau ditelaah ulang, itulah dasar keahlian copywriting: merangkai kata untuk mengingatkan target audiens akan hasrat mendasarnya (status, kekuasaan, menarik lawan jenis) dan mau membeli produk yang ditawarkan.

Saya cuma sedikit beruntung karena mendapatkan kesempatan mempelajari sisi copywriting tersebut dengan lebih mendalam.

Semua akan Menjadi Cerita Nantinya

Pesan saya untuk orang-orang yang mungkin terpaksa terjun di bidang yang tidak sesuai dengan hati nurani: tetap lakukan dengan sebaik-baiknya. Di akhir pekerjaan nanti ambil yang baik, tinggalkan yang buruk, dan ingat-ingat sebagai kenangan.

Pada suatu waktu, saya pernah menjadi infal kurator berita kejahatan seksual selama 4bulan — bekerja sendirian di sebuah working space gelap hingga jam 11 malam di tengah bulan Ramadhan dan ramainya World Cup tahun 2018.

Tidak banyak yang bisa menggabungkan semua kata itu dalam satu kalimat.

--

--